PRINSIP PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
DAN
SELEKSI TERAPI EMPIRIS PNEUMONIA
PENDAHULUAN
Penyakit infeksi merupakan kelompok penyakit yang amat sering dijumpai di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Penyakit infeksi dapat mengenai organ atau sistem pada tubuh manusia seperti sistem pernafasan, pencernaan, saluran kencing, mata, saraf, kulit, rambut, kuku dan sebagainya. Dalam keadaan lanjut infeksi bahkan merupakan ancaman kematian karena septikemia merupakan keadaan yang tidak mudah diatasi meskipun ruang rawat intensif serta berbagai peralatan canggih dan obat-obat mutakhir tersedia. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, infeksi menjadi persoalan besar karena lingkungan yang tidak bersahabat, gaya hidup yang tidak menunjang kesehatan, dan daya beli masyarakat terhadap pengobatan terbatas. Semua itu masih ditambah dengan kebiasaan menkonsumsi sendiri antimikroba yang dapat diperoleh secara mudah. Masalah menjadi lebih pelik manakala galur kuman resisten mulai tumbuh dan munculnya jamur sebagai patogen pengganti. Perkembangan seperti itu akan diikuti oleh diproduksinya antimikroba baru yang harganya sangat mahal dan tidak dapat dijangkau oleh masyarakat kita pada umumnya.
Antibiotik pada infeksi pernafasan merupakan dasar terapi, dimana penggunaannya bervariasi tergantung umur, tipe pneumonia (komuntias atau nosokomial), adanya penyakit penyerta dan beratnya penyakit. Terapi initial dimulai dengan pemberian terapi empirik antibiotik spektrum luas sampai didapatkan hasil test diagnostik dimana dapat diberikan antibiotik untuk patogen penyebab secara spesifik. Pada beberapa kasus patogen penyebab tidak dapat ditemukan sehingga terapi empirik dilanjutkan sesuai dengan respon penderita.
Pemberian anti mikroba yang tepat harus berdasarkan biakan kuman dan uji kepekaan anti mikroba. Tetapi biakan kuman dan uji kepekaan ini memerlukan waktu beberapa hari, sehingga sambil menunggu hasil tersebut pasien diberi terapi anti mikroba secara empirik. Pemberian anti mikroba secara empirik dilakukan berdasarkan data Peta Kuman dan pola kepekaan anti mikroba yang diperoleh dari waktu sebelumnya.
PRINSIP PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
1. Mekanisme Kerja
Secara umum dikenal istilah bakterisid dan bakteriostatik. Perbedaan ini tidak sepenuhnya dapat diaplikasikan pada penggunaan antibiotik dimana pada beberapa jenis antibiotik bersifat bakterisid pada mikroorganisme tertentu dan bakteriostatik pada bakteri lainnya. Bakterisid berarti bersifat membunuh bakteri dengan cara menghambat sintesa dinding sel bakteri ataupun menghambat fungsi metabolisme dari organisme. Sedangkan bakteriostatik menghambat pertumbuhan bakteri tanpa mempengaruhi dinding sel dan bersam host memberikan perlawanan untuk mengeliminasi bakteri. Pemberian antibiotik berdasarkan kerentanan bakteri penyebab. Pada keadaan tertentu yang berhubungan dengan neutropenia, endokarditis, meningitis dan osteomielitis penggunaan bakterisid lebih disukai.
Dikenal istilah daya hambat minimal (MIC) dan daya bunuh minimal (MBC) yaitu konsentrasi minimum yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan bakteri pada 90 % inokulum dan daya bunuh minimum untuk mematikan bakteri pada 99,9 % ukuran inokulum. Sebagai contoh MIC berarti sensitivitas patogen terhadap antibiotik spesifik dengan asumsi konsentrasi yang dibutuhkan untuk mematikan dapat meningkat dalam serum meskipun konsentrasi dalam paru lebih rendah dibandingkan serum.
2. Penetrasi Kedalam Paru
Konsentrasi dalam paru tergantung dari permeabilitasi kapiler pada sisi infeksi (sirkulasi bronkhial), derajat daya ikat protein terhadap obat, ada tidakanya transpor aktif untuk antibiotik didalam paru. Lokalosasi patogen penting peranannya misalkan organisme intraseluler seperti Legionella pneumophila dan Chlamydia pneumoniae secara baik dieradikasi oleh obat yang konsentrasinya di makrofag tinggi.
Konsentrasi antibiotik didalam parenkim paru tergantung dari sirkulasi kapiler bronkhial. Pada tabel 1. dibawah ini diperlihatkan tabel penetrasi antibiotik kedalam sekresi respiratori
Tabel 1. Penetrasi Antibiotik ke dalam Saluran Pernafasan
Penetrasi Baik : Lipid soluble, konsentrasi dalam paru tidak tergantung inflamasi
|
Quinolon
Makrolide baru : azitromisin, klaritromisin
Tetrasiklin
Klindamisin
Kombinasi trimetroprim dan sulfametoksazol
|
Penetrasi Buruk : Relatif lipid insoluble, konsentrasi dalam paru tergantung inflamasi
|
Aminoglikosida
Beta laktam : - Penisilin
- Sefalosporin
- Monobactam
- Karbapenem
|
TERAPI ANTIBIOTIK EMPIRIS UNTUK INFEKSI PERNAFASAN
Hingga kini penyakit infeksi masih merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang utama di Indonesia. Untuk mengatasi hal ini diperlukan terapi anti mikroba yang tepat berdasarkan biakan kuman dan uji kepekaan anti mikroba. Tetapi biakan kuman dan uji kepekaan ini memerlukan waktu beberapa hari, sehingga sambil menunggu hasil tersebut pasien diberi terapi anti mikroba secara empiris. Terapi empiris adalah terapi yang dimulai pada penderita yang sakit karena terinfeksi yangh diduga oleh kuman yang biasanya menjadi penyebab. Pemberian anti mikroba secara empiris dilakukan berdasarkan data Peta Kuman dan pola kepekaan anti mikroba yang diperoleh dari waktu sebelumnya.
Terapi empirik pada INFEKSI SALURAN PERNAFASAN merupakan hal mendasar. Keadaan ini disebabkan karena :
- Test diagnostik memiliki keterbatasan dimana etiologi spesifik hanya terdapat pada setengah penderita.
- Memungkinkan dilakukan karena bakteriologis dapat dirediksi berdasarkan beratnya penyakit pneumonia, umur, faktor komorbid dan pola epidemiologi.
- Agar efektif terapi antibiotik harus cepat dan tepat
- Pada penelitian didapatkan keadaan INFEKSI SALURAN PERNAFASAN berat yang membaik dengan pemberian awal antibiotik spektrum luas secara empirik namun hasil akhir tidak meningkat dengan diidentifikasinya patogen spesifik sebagai penyebab.;
Prediksi Patogen Penyebab
Hal mendasar pada empirik terapi adalah patogen penyebab dapat di prediksi dan merupakan petunjuk terhadap seleksi antibiotik.
Agen penyebab terutama Streptococcus pneumonioae. Pada orang tua dan perokok Hemophilus influenzae sering menjadi etiologi. Pada orangtua pertumbangkan pula aspirasi (sering tenang) dan organisme anaerob harus dicurigai. Patogen atypical dan virus sering pada anak muda dan sehat. Pada orangtua dengan penyakit kronis gram negatif banyak menjadi penyebab dan pada INFEKSI SALURAN PERNAFASAN berat pikirkan adanya infeksi Pseudomonas aeruginosa. Pada pneumonia paska influensa, diabetes dan gagal ginjal pikirkan Staphilococcus aureus.
Pada S. pneumonia yang resisten sedang terhadap penisilin diberikan penisilin dosis tinggi dan sefalosporin genersi ketiga. Resistensi penisilin dipikirkan pada keadaan terapi antibiotik 3 bulan kebelakang dan penderita debil serta penyakit imunosupresif.
POLA KUMAN SALURAN PERNAFASAN DAN PEMILIHAN ANTIBIOTIK
Data kuman ini diambil dari data kuman yang ada di RSUPN Cipto Mangunkusumo, RS Persahabatan, dan RS Kangker Darmais sampai tahun 2001, dan dipublikasikan oleh Bagian Patologi Klinik FKUI Jakarta 2002.
Saluran Nafas Atas
Sampel diambil dari Laring dan Faring, data disajikan berdasarkan kuman yang dominan dan antibiotik yang sensitif :
Tabel 2. Pola Kuman Saluran Nafas Atas
No.
|
Kuman
|
Antimikroba
|
1
|
Klebsiella pneumoniae (54,5%)
|
Cephalosporin – III
Gentamicin
Cotrimoxazol
|
2
|
Moraxella catharrhalis (26,5%)
|
Cephalosporin – III
Azitromicin
Gentamicin
|
3
|
Escheria coli (19%)
| |
4
|
Staphylococcus aureus
|
Saluran Nafas Bawah
Permasalahan pada saluran nafas bawah adalah teknik pengambilan spesimen. Cara yang dianggap paling baik untuk memperoleh spesimen kuman adalah aspirasi transthorakal, tetapi cara ini sangat invasif. Cara lain adalah dengan sikatan bronkus, tetapi cara ini sulit dan hanya dilakukan pada kasus dimana respon terapi buruk. Cara non invasif yang sering dilakukan adalah menggunakan spesimen berupa sputum yang dibatukkan, sayangnya angka kontaminasi cukup tinggi.
Tabel 3. Pola Kuman Saluran Nafas Bawah (Pneumonia)
No.
|
Kuman
|
1
|
Klebsiella pneumoniae
|
2
|
Actinobacter
|
3
|
Pseudomonas
|
4
|
Staphylococcus
|
5
|
Streptococcus
|
ICU (Intensive Care Unit)
Pemeriksaan sputum pada pasien di ICU menunjukan hasil yang berbeda baik pola kumannya dan sesitivitasnya.
Tabel 4. Pola Kuman Saluran Nafas pada Pasien di ICU
No.
|
Kuman
|
Antimikroba
|
1
|
Pseudomonas (33%)
|
Aminoglikosida
|
2
|
Klebsiella pneumoniae (22%)
|
Cephalosporin – III & IV
|
3
|
MRSA (Methicilin Resistant Staphylococcus aureus)
|
Vancomycin
|
Terapi Empirik dengan Antibiotik Spektrum Luas dan Hasilnya
Patogen penyebab tidak teridentifikasi lebih dari separuh kasus. Disisi lain patogen penyebab pada keadaan berat dapat diprediksikan. Untuk itu digunakan antibiotik spektrum luas utamanya makrolide intravena dan sefalosporin generasi kedua atau ketiga atau dengan agen beta laktam. Kondisi ini menurunkan angka kematian dan meningkatkan kelangsungan hidup.
REGIMEN SPESIFIK UNTUK TERAPI EMPIRIK INFEKSI PERNAFASAN
Obat dengan aktivitas anti pseudomonas :
Prinsip Terapi : dua anti pseudomonas
Aminoglikosid : Tobramycin, Netilmycin, Amikacin, Gentamicin
Cephalosposrin : Ceftazidime, Cefoperazone
Quinolon : Ciprofloxacin
Cephalosporin generasi IV : Cefepime, Cefpirome
Ticarcilin, Piperacilin
Monobactam : Aztreonam
Carbapenems : Imipenem
Obat dengan aktivitas anti gram negatif yang baik :
Clindamycin, Metronidazole, Chloramphenicol, Cefoxitin, Imipenem, Ampicilin Sulbactam, Amoxycilin asam Klavulanat, Penicilin dosis tinggi
Obat yang aman digunakan pada penderita dengan penyakit Liver :
Aminoglikosid, Ampicilin, Cefuroxim, Ofloxacin, Penicilin G, Imipenem, Cephalexin, Cefoxitin.
Obat pilihan untuk aspirasi pneumonia :
Clindamycin
Metronidazole, Imipenem, Meropenem.
Diagnosis :
Preparat Gram, Kultur dan Resistensi test.
Tabel 5. Terapi Empirik berdasarkan Dugaan Kuman
Penyakit
|
Organisme
|
Empirik
|
Alternativ
|
Pharingitis
|
Grup A, C Streptoccus
Coryne. Diphteriae
|
Penicilin V
|
Makrolide, cephalosporin, ampicilin-sulbactam
|
Sinusistis
|
Strep. Pneumoniae,
Grup A. Strptococcus
Staph. aureus
|
Amoxyciliin,
Amoxycilin as. Clav.
|
TMP/SMX atau claritromycin atau cefuroxim
|
Bronkhitis
|
Mycop. Pneumoniae
Virus, Chlamidia Pneu.
Bordetella pertusis
|
Eritromisin
| |
Aspirasi Pneumonia
|
Mixed bakteri oropharink dan anaerob
|
Clindamycin
|
Penicilin G
|
Pneumonia CAP
|
S. pneumoniae, Klebs. Pneumoniae, M. pneumoniae, S. aureus, C. pneumoniae, H. Influenza, Legionella, virus
|
Makrolide atau Levofloxacin
|
Vankomycin ditambah makrolide atau levofloxacin
|
Pneumonia HAP
|
S. aureus, MRSA
|
Pierasilin tazobactam, dan gentamicin
|
Imipenemm atau meronem tambah gentamicin.
|
Cystic Fibrosis
|
Pseudomonas aeriginosa, S. aureus
|
Nafcilin, atau tobramisin dan ceftazidime,
|
Piperasilin, atau tobramisin.
|
(Manual of Antibiotics and Infectious Diaseases, Treatment & Prevention, 9th ed)
2002, Lippincott Williams & Wilkins.
Tabel 6. Kegunaan Antibiotik berdasarkan jenis kuman
No.
|
Obat
|
Gram (+)
|
Gram (-)
|
Anaerobik
|
Keterangan
|
Penisilin biasa
| |||||
1
|
Penisilin Natural
|
+++
|
-
|
++
|
Spektrum luas
|
Penisilinase – Resistant Penisilin
| |||||
1
|
Oxacilin
|
++
|
-
|
+
|
Spesifik untuk :
Staph. Aureus
|
2
|
Flucloxacilin
|
++
|
-
|
+
| |
Glycopeptide
| |||||
1
|
Vancomycin
|
+++
|
-
|
1/2
|
Spesifik untuk :
Staph. Aureus & Enterococcus
|
Aminopenisilin
| |||||
1
|
Amoxisilin
|
++
|
++
|
-
|
Spektrum luas
|
2
|
Ampisilin
|
++
|
++
|
-
| |
3
|
Amox asam Clavulanat
|
++1/2
|
++1/2
|
++1/2
|
Baik untuk infeksi dengan kuman anaerob
|
4
|
Ampi Sulbactam
|
++
|
++
|
++1/2
| |
Penisilin dengan aktivitas anti pseudominas :
| |||||
1
|
Piperasilin/
Tazobactam
|
++
|
++1/2
|
+
|
Antipseudomonas
|
Monobactam
| |||||
1.
|
Aztreonam
|
-
|
+++
|
-
|
Sebagai pengganti aminoglikosida pd Renal Failure
|
Carbapenem
| |||||
1
|
Imipenem-Cilastin
|
+++
|
+++
|
+++
|
Harga Mahal
|
2.
|
Meropenem
|
+++
|
+++
|
+++
| |
Makrolide
| |||||
1
|
Erytromicin
|
++1/2
|
+1/2
|
+
|
ESO : GI upset
|
2
|
Azytromicin
|
++1/2
|
++
|
+1/2
| |
3
|
Clarytromycin
| ||||
4
|
Roxytromisin
| ||||
5
|
Diritromycin
| ||||
No.
|
Obat
|
Gram (+)
|
Gram (-)
|
Anaerobik
|
Keterangan
|
Tetracyclin
| |||||
1
|
Doxyciclin
|
++
|
++
|
+1/2
| |
2
|
Tetracyclin
| ||||
Aminoglikosid
| |||||
1
|
Amikacin
|
+
|
+++
|
-
|
Anti Pseudomonas
|
2
|
Gentamicin
| ||||
3
|
Tobramicin
| ||||
4
|
Netilmicin
| ||||
5
|
Streptomycin
|
OAT
| |||
Quinolon
| |||||
1
|
Ciprofloxacin
|
+
|
+++
|
-
|
Terbaik untuk Pseudomonas
|
2
|
Norfloxacin
|
Severe UTI
| |||
3
|
Ofloxacin
| ||||
4
|
Fleroxacin
| ||||
5
|
Pefloxacin
| ||||
6
|
Rosoxacin
| ||||
7
|
Sparfloxacin
|
++
|
++
|
+
| |
New Fuoroquinolon
| |||||
1
|
Levofloxacin
|
++
|
+++
|
+
|
Aktivitas anaerobik lebih baik
|
2
|
Gatifloxacin
| ||||
3
|
Moxifloxacin
| ||||
Generasi I Cephalosporin
| |||||
1
|
Cephalexin
|
+++
|
-
|
-
| |
2
|
Cefazolin
| ||||
3
|
Cefalotin, Cephradine
| ||||
Generasi II Cephalosporin
| |||||
1
|
Cefuroxim
|
++1/2
|
++
|
+
| |
2
|
Cefoxitin
|
++
|
++
|
++1/2
|
Baik untuk anaerob
|
3.
|
Cefaclor, Cefprozil, Cefotiam, Cefamandole
| ||||
No.
|
Obat
|
Gram (+)
|
Gram (-)
|
Anaerobik
|
Keterangan
|
Generasi III Cephalosporin
| |||||
1
|
Ceftriaxone
|
++
|
+++
|
++
|
Baik untuk MDR typhoid
|
2
|
Ceftazidime
|
Baik untuk antipseudomonas
| |||
3
|
Cefotaxim
|
Baik untuk meningitis
| |||
4.
|
Cefetamet, Ceftibuten, Cefixime, Cefoperazone, Ceftizoxime
| ||||
Generasi IV Cephalosporin
| |||||
1
|
Cefepime
|
+++
|
+++
|
++
|
Baik untuk strain bakteri resisten
|
2
|
Cefirome
| ||||
Obat Golongan lain
| |||||
1
|
Clindamycin
|
++
|
-
|
+++
|
Baik untuk anaerob
|
2
|
Chloramphenikol
|
++1/2
|
++1/2
|
++1/2
|
DOC Typhoid
|
3
|
Co Trimoxazol
|
++1/2
|
++1/2
|
-
| |
4
|
Metronidazole
|
-
|
-
|
++1/2
|
Untuk anaerob
|
Keterangan :
|
- = Tidak ada aktifitas pada mikroorganisme
+ = Aktifitas cukup pada mikroorganisme
++ = Aktifitas baik pada mikroorganisme
+++ = Aktifitas sangat baik pada mikroorganisme
|
Sedangkan apabila kuman penyebab sudah diketahui berdasarkan hasil kultur maka kita perlu untuk menyesuiakan perubahan terapi berdasarkan Drug of Choice kuman tersebut.
Tabel 7. Drug Of Choice Antibiotik berdasarkan Biakan Kuman
Bakteri
|
DOC
|
Alternativ
|
Moraxella catarrhalis
|
Co-Amoxiclav
Cefalosporin
Trimethoprim Sulfametoksazole
|
Makrolide, Fluoroquinolon
|
Gram Positif Kokus
| ||
Pneumokokus
Strep. Pneumoniae
|
Penicilin G
|
Amoxyxilin, Erytromisin, Cephalosporin, Vancomycin
|
Streptokokus Pyogenes, hemolitikus grup A,B, C, G, F.
|
Penisinil G atau V
Ditambah Gentamisin
|
Semua Beta Laktam,
Makrolide
|
Streptokokus Viridans
|
Penicilin G + Aminoglikosida
|
Cephalosporin I, Vancomycin
|
Staphylococcus Aureus, Methicilin Resistant
|
Vancomycin
|
Trimetropim Sulfametoksazole
|
Staphilococus non Penisilinase
|
Penicilin G
|
Cephalosporin I, Vancomycin
|
Staphilococcus Penisilinase
|
Penisilinase resistant Penisilin
|
Vancomycin, Cephalosporin, Clindamycin, Co-Amoxyclav, Ampicilin Sulbactam
|
Gram Negative Batang
| ||
Haemophilus Influenza
|
Cefotaxim, Ceftriaxone
|
Imipenem, Ampicilin, Chloramphenocol
|
Klebsilellae pneumoniae
|
Cephalosporin III
|
Ciprofloxacin, Ofloxacin, Aminoglikosides.
|
Legionella sp
|
Azitromisin, Ciprofloxacin
|
Claritromisin
|
Pseudomonas Aeriginosa
|
Aminoglikoside + Antipseudomonal penisilin
|
Ceftazidime + Aminoglokoside atau ciprofloxacin
Imipenem + Aminoglokoside atau ciprofloxacin
|
Pseudomonas Pseudomallei
|
Ceftazidime
|
Chloramphenicol, Tetraciclin, Trimetropim Sulfametoksazole, Co-Amoxiklav
|
Pseudomonas Mallei
|
Strptomycin + Tetraciclin
|
Chloramphenicol + Tetraciclin
|
Spirochetes :
| ||
Mycoplasma Pneumoniae
|
Azytromycin, Claritromycin, Erytromycin
|
Doxycycline
|
Chlamydia Pneumoniae
|
Doxyciclin
|
Eritromycin, Claritromycine, Ciprofloxacine.
|
Farmakologis Antibiotik
Ceftriaksone
Efek samping :
Lokal : Phlebitis, nyeri, peradangan pada tempat suntikan
General : Anafilaksis, atralgia, eosinophilia, drug fever, candidiasis,
Kulit : Rash, Urtikaria, Pruritus
GI : Mual, muntah, nyeri perut, diare, peningkatan liver enzim
Renal : peningkatan BUN transient
Hematologis : Eosinophilia, Leukoplakia, Anemia
Interaksi Obat : Potensiasi renal toxicity dengan obat nefrotoksik lain
Ceftazidime, Cefotaxime, Ceftizoxims, Cefoperazone
Efek samping :
Lokal : Phlebitis, nyeri, peradangan pada tempat suntikan
General : Anafilaksis, atralgia, eosinophilia, drug fever, candidiasis,
Kulit : Rash, Urtikaria, Pruritus
GI : Mual, muntah, nyeri perut, diare, peningkatan liver enzim
Renal : peningkatan BUN transient
Hematologis : Eosinophilia, Leukoplakia, Anemia
Interaksi Obat : Potensiasi renal toxicity dengan obat nefrotoksik lain , False (+) untuk glukosa urine, False (+) Commbs Test
Clarithromycin, Azithromysin
Efek samping :
Lokal : Thrombophlebitis, nyeri, peradangan pada tempat suntikan
Kulit : Rash, Urtikaria, Photosensityfity
GI : Mual, muntah, nyeri perut, diare, dispepsia
CNS : Confuse, Tinitus, tremor, insomnia, vertigo
Interaksi Obat : Meningkatkan konsentrasi CPZ teofilin ranitidin dan omeprazole dalam serum.
Quinolone
Efek Samping :
CNS : nyeri kepala
Interaksi obat :
Menginhibisi metabolisme dari teofilin
Antacid dan sucralfat menghambat absorpsi
Golongan penisilin
Efek samping :
General : Anafilaksis, serum sikness, nephritis, drug fever,
Kulit : Rash, Urtikaria, Pruritus
GI : Mual, muntah, diare
Renal : intertitial nephritis
Hematologis : Anemia hemolitik pada dosis tinggi
Interaksi Obat : Inaktivasi aminoglikosida pada dosis tinggi
Clindamycin
GI : Diare, Colitis
Hepatotoxic : bila disuntikan IM meningkatkan SGOT
Interaksi obat : Antagonis eritromycin
Imipenem
Efek samping :
General : Drug Fever
Lokal : Thrombophlebitis, nyeri, edema, peradangan pada tempat suntikan
Kulit : Rash, Urtikaria, pruritus
GI : Mual, muntah, nyeri perut, diare, colitis
CNS : Somnolen, Kejang
Interaksi Obat :
Dengan gansiklovir dapat menyebabkan kejang
Trimetroprim Sulfamethoxazole
Efek samping :
General : Kern Ikterus
Kulit : Dermatitis, Steven Johnson Syndrome,
GI : Mual, muntah
Renal : ATN
Hematologis : Agranulositosis, Trombositopenia, Anemia Hemolitik pada insufisiensi G6PD, Anemia defisiensi asam folat, Leukopenia pada AIDS
Interaksi Obat : Inaktivasi aminoglikosida pada dosis tinggi
sumber : http://febriirawanto.blogspot.co.id/2011/12/prinsip-penggunaan-antibiotik.html